Hasil Pencarian Anda

Silahkan Tik Yang Anda Cari

Kamis, 19 Februari 2009

WHO IS SMART STUDENT

SECERDAS APAKAH KITA
MEMAHAMI KECERDASAN SISWA KITA???

Bila Anda dihadapkan pada gambaran berikut, siswa manakah yang menurut Anda adalah anak yang cerdas
1. Si A selalu mendapat nilai 9 dalam pelajaran Matematika. Ia juga terpilih sebagai peserta olimpiade. Ia kurang menyenangi pelajaran IPS dan Agama.
2. Si B tidak pernah mendapat nilai lebih dari 6 dalam pelajaran Sains (Matematika dan IPA). Ia sangat menyenangi pelajaran Agama. Pada waktu istirahat dialah orang pertama masuk mesjid untuk shalat Dluha.
3. Si C terampil bermain basket dan sepak bola. Ia terpilih sebagai Kapten Kesebelasan dan menjadi Top Scorrer. Hampir di semua pelajaran ia selalu masuk daftar remedial
4. Si D terpilih sebagai vokalis dalam sebuah grup musik di sekolah. Dalam kegiatan belajar di kelas ia biasa-biasa saja. Rangkingnya adalah 15 dari 30 siswa.
5. Si E tidak pernah terlihat aktif bertanya ataupun menjawab di kelas. Bila temannya ada yang memiliki masalah atau ada yang berantem, dia lah teman curhat yang paling disukai.
6. Si F selalu membawa buku cerpen, komik, atau novel ke dalam kelas. Seringkali ia ditegur oleh guru karena ketahuan membaca buku-buku tersebut saat belajar. Di buku hariannya ia memiliki 10 cerpen yang menyentuh perasaan dan 20 puisi yang indah.
7. Si G selalu mendapat nilai terkecil dalam semua pelajaran. Dalam tiap bulannya selalu saja ada 1 hari tercatat dia tidak masuk kelas tanpa alasan yang jelas. Dia adalah satu-satunya siswa yang bisa mengendarai mobil.
8. Si H selalu tidak bergairah belajar di kelas dalam semua pelajaran. Dalam kegiatan ekskul dia adalah ketua PMR. Dia terampil melakukan P3K.
9. Pelajaran favorit si I adalah IPS. Ia ingin menjadi ahli ekonomi katanya. Nilai IPS nya ternyata paling besar mengalahkan temannya yang rangking 1, walaupun ia sendiri tidak masuk 10 besar.
10. Dalam rapat kenaikan kelas, si J hampir diputuskan tidak naik kelas karena kebanyakan nilainya yang tidak mencapai KKM. Ia jarang masuk kelas. Ia sering mendapat panggilan pidato dan membaca al-Qur’an atau mengikuti perlombaannya.

Ada tiga kemungkinan jawaban yang Anda berikan
1. Anda memilih salah satu dari 10 siswa tersebut
2. Anda kebingungan memilihnya
3. Anda memilih semuanya sebagai anak cerdas

1
Bila kemungkinan pertama yang Anda pilih, maka Anda adalah seorang guru yang menganggap kebanyakan atau mayoritas siswa Anda adalah anak-anak yang kurang cerdas, tidak cerdas, atau bahkan bodoh. Dengan jawaban yang Anda pilih itu Anda sedang mengatakan bahwa kecerdasan hanya milik sebagian kecil siswa, sementara siswa lainnya tidak. Bayangkan bila ini adalah benar-benar persepsi dan pilihan Anda! Lalu dari mulut Anda pun sangat mudah meluncur vonis “ketidakcerdasan dan kebodohan” untuk mayoritas siswa Anda. Anda pun mungkin kurang semangat mengajar karena menurut Anda kebanyakan siswa di sekolah atau kelas yang Anda ajar tidak cerdas. Hanya dengan siswa yang Anda nilai cerdas lah Anda bersimpati dan berempati. Bersikap ramah, murah senyum, selalu menyapa, dan 1001 kemurahhatian lainnya. Sedangkan untuk siswa lain yang tidak cerdas itu, Anda suguhkan sikap-sikap sebaliknya! Lebih parah lagi bila label dan stempel “ketidakcerdasan” yang Anda berikan itu kepada mayoritas siswa itu mempengaruhi pikiran mereka, dan kemudian menjadi konsep diri mereka. Mereka pun akhirnya menilai diri mereka tidak cerdas, tidak mampu, dan cap negatif lainnya. Akibatnya, dalam kegiatan belajar di kelas mereka belajar tanpa semangat, minder, kurang motivasi.

Itulah yang sangat mungkin terjadi bila Anda hanya memilih satu siswa sebagai siswa cerdas. Kecerdasan bagi Anda adalah tunggal dan tidak berhak dimiliki oleh semua siswa Anda (kasihan sekali mereka, ya). Tulisan ini tidak mengada-ada. Tapi mari kita jujur –walau pun sangat pahit- itulah penilaian kebanyakan guru, di mana pun, terhadap siswanya (Jadi Anda ga sendirian dalam hal ini). Dan seluas itulah pemahaman mereka tentang kecerdasan.

2
Bila kemungkinan kedua yang Anda pilih, maka itu menunjukkan, sebagai guru Anda tidak memiliki pemahaman yang jelas dan tegas tentang kecerdasan. Bila tugas keguruan yang Anda emban bertujuan untuk mencerdaskan siswa, Anda sendiri tidak paham betul apa itu kecerdasan. Anda kebingungan siapa sebenarnya yang cerdas dari siswa-siswa Anda. Tapi ada kabar gembira buat Anda. Anda lebih bagus dari pada pemilih kemungkinan pertama yang mayoritas itu. Anda mungkin sangat bingung, tetapi Anda beruntung tidak menjadi guru yang “mengejek” dan “menghina” siswanya sendiri dengan vonis tidak cerdas. Anda rupanya harus banyak membaca buku untuk membuka cakrawala berpikir Anda. Carilah sebuah buku tentang kecerdasan, kemudian kembalilah untuk memilih dan menjawab pertanyaan dalam tulisan ini.

3
Bila Anda adalah pemilih kemungkinan ketiga, Andalah The Real Teacher bagi siswa-siswa Anda. Anda menganggap semua siswa Anda adalah anak yang cerdas. Kecerdasan menurut Anda adalah sesuatu yang ada pada setiap orang dan bersifat unik. Unik artinya setiap siswa menguasai kecerdasannya sendiri, dan tidak ada yang persis sama dengan yang lainnya. Anda sadar betul bahwa siswa-siswa Anda itu diciptakan oleh Dzat Yang Maha Cerdas, Allah al-Rasyîd. Dan setiap ciptaan Allah pasti mendapat tiupan dari sifat-sifat-Nya. Bukankah sifat kasih sayang ada pada semua makhluk? Bukankah orang yang Anda nilai jahat dan sadis pun tetap memiliki kasih sayang, mungkin kepada anak, isteri, atau pada apa pun. Benar kan? Mengapa? Anda tahu persis jawabannya, karena semua diciptakan oleh Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah al-Rahmân al-Rahîm. Ya, semua ciptaan Allah pasti mendapat percikan dari sifat-sifat yang dimiliki Allah. Inilah makna manusia sebagai khalifah, wakil Allah di muka bumi ini.

Sebagai ciptaan yang Maha Cerdas, Anda memahami bahwa semua siswa Anda telah dikaruniai kecerdasan oleh-Nya. Dengan demikian kecerdasan tidaklah tunggal dan monopoli bagi seseorang. Kecerdasan bisa tampil dalam berbagai bentuk dan wujud. Kecerdasan memiliki banyak wilayah dan ranah. Kecerdasan ada pada diri setiap siswa Anda!!! Sebab hakikat kecerdasan adalah kemampuan seseorang mengaktualkan potensi dirinya untuk membuatnya bisa hidup berarti dan bermakna. Anda sekarang menjadi paham bahwa tugas Anda sebagai guru adalah membantu semua siswa Anda untuk menemukan, membangun, dan mengaktualkan potensi mereka, karena itulah kecerdasan. Bukan memvonis mereka dengan label BODOH. Kecuali bila Anda tertarik untuk beralih profesi menjadi hakim dalam Pengadilan Kecerdasan (di dunia mana ya?).

Bila demikian adanya betapa menyenangkan hari-hari Anda mengajar, karena ke kelas manapun Anda masuk, dengan siswa mana pun Anda bertemu, selalu ada kecerdasan yang Anda lihat. Atau setidaknya, selalu ada kecerdasan yang menantang Anda untuk menemukan dan membacanya. Menyenangkan bukan? Tetapi, Anda mungkin juga akan kebingungan dan kesulitan. Anda merasa sulit ketika siswa yang Anda hadapi ternyata kecerdasannya bukan pada wilayah atau bidang yang Anda ajarkan. Misalnya, Anda mengajar Matematika tetapi kecerdasan siswa itu pada bidang lain. Inilah tantangannnya, dan sekaligus itulah sebenarnya pintu gerbang untuk membuat mereka menyenangi dan menggandrungi mata pelajaran Anda itu. Bagaimana ini bisa dijelaskan?

Umpamakan siswa nomor 6, si F (lihat hal. 1) ada di kelas Anda, dan Anda adalah guru Matematika. Ia adalah siswa yang selalu membawa buku cerpen, komik, atau novel ke dalam kelas. Anda seringkali menegurnya karena ketahuan membaca buku-buku tersebut saat belajar. Begitu Anda sita buku hariannya, Anda membaca 10 cerpen yang dia tulis sendiri dan 20 puisinya yang indah. Kecerdasan apakah yang anak ini miliki? Anda sudah tahu jawabannya kan? Memarahi dan menghukumnya dipastikan tidak akan menyelesaikan masalah, karena ketika itu Anda sebenarnya sedang memarahi kecerdasan seseorang. Padahal seharusnya adalah mengakui, menerima, mengagumi bahkan mendukungnya. Nah, cobalah jurus berikut ini.

Jadikanlah pelajaran Matematika sebagai sumber inspirasi dan ide untuk cerpen dan puisi siswa itu. Cobalah dia suruh membuat cerpen tentang pengalamannya belajar Matematika. Atau suruh dia mengungkapkan sebuah materi Matematika dalam bentuk puisi. Atau Anda juga bisa bercerita tentang Einstein yang memiliki banyak kata-kata puitis, padahal dia adalah seorang Fisikawan yang tentu saja jago Matematika. Atau Anda mengcreate 1001 cara lainnya. Dengan cara seperti ini, besar harapan minat dia belajar Matematika menjadi lebih baik dari sebelumnya. Anda jangan dulu mematok nilai dan membandingkannya dengan siswa lain yang wilayah kecerdasannya memang pada Matematika. Bandingkanlah dia dengan masa lalunya sendiri. Bukankah di bandingkan dengan masa lalunya dalam belajar Matematika, dia sekarang sudah maju beberapa langkah ke depan?

Sampai pada titik ini, sangat mungkin dalam benak dan pikiran Anda masih bermunculan kata “Ya sih…tetapi kan…” Bisakah virus “Ya sih,…tetapi kan..” ini hilang?

(Bersambung….)

Tidak ada komentar: