PART TWO (SCHOOL GOAL)
B. Pendidikan Karakter sebagai Prioritas Pendidikan
Tak dapat dipungkiri, sekolah memiliki pengaruh dan dampak terhadap karakter siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pendidikan moral dan pembentukan karakter. Selanjutnya para pakar pendidikan terutama pendidikan nilai, moral atau karakter, melihat hal itu bukan sekedar tugas dan tanggung jawab tetapi juga merupakan suatu usaha yang harus menjadi prioritas. Sudarminta misalnya, mencatat tidak kurang dari tiga alasan pentingnya pendidikan moral di sekolah; 1) bagi siswa sekolah dasar dan menengah, sekolah adalah tempat dalam proses pembiasaan diri, mengenal dan mematuhi aturan bersama dan proses pembentukan identitas diri, 2) sekolah adalah tempat sosialisasi ke dua setelah keluarga. Di tempat ini para siswa dirangsang pertumbuhan moralnya karena berhadapan dengan cara bernalar dan bertindak moral yang mungkin berbeda dengan apa yang selama ini dipelajari dari keluarga, 3) pendidikan di sekolah merupakan proses pembudayaan subyek didik. Maka sebagai proses pembudayaan seharusnya memuat pendidikan moral.
Sementara itu, Berkowitz dan Melinda menambahkan 3 alasan mendasar lainnya. 1) Secara faktual, disadari atau tidak, disengaja atau tidak, sekolah berpengaruh terhadap karakter siswa. 2) Secara politis, setiap negara mengharapkan warga negara yang memiliki karakter positif. Banyak hal yang berkaitan dengan kesuksesan pembangunan sebuah negara sangat bergantung pada karakter bangsanya. Demokrasi yang diperjuangkan di banyak negara, sukses dan gagalnya juga tergantung pada karakter warga negara. Di sinilah, sekolah harus berkontribusi terhadap pembentukan karakter agar bangsanya tetap survive. 3) Perkembangan mutakhir ternyata menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang efektif mampu mendorong dan meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan akademik sekolah. Dengan kata lain, pendidikan karakter juga dapat meningkatkan pembelajaran. Dapat ditambahkan di sini, bahwa fenomena pengasuhan dalam keluarga (parenting) sekarang ini banyak yang sudah menyalahi peran utama keluarga sebagai media sosialisasi utama yang mengenalkan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan kepada anak. Bermunculannya tempat penitipan anak (child care) misalnya, menunjukkan banyak keluarga yang sudah kehilangan waktu untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Argumen tajam lainnya disampaikan oleh Robert W. Howard. Menurutnya, sekalipun perdebatan seputar tujuan pendidikan tidak pernah berakhir, namun upaya mempersiapkan generasi baru dari warga negara merupakan suatu tujuan yang telah disepakati. Kewarganegaraan ini mempunyai dua dimensi politik dan sosial, yang keduanya menyatu dan terlibat dengan isu-isu moral. Tidaklah mungkin meninggalkan isu-isu moral ini di luar jangkauan sekolah. Sebagai konsekuensinya, pendidikan moral haruslah menjadi salah satu dari dua tujuan umum pedidikan; yang tujuan lainnya adalah mengajarkan kecerdasan dan kecakapan akademik (teaching academic content and skills).
Argumen-argumen di atas dengan jelas menunjukkan bahwa sekolah tidak dapat menghindar dari pendidikan karakter. Sekolah pun tidak dapat mengupayakan dan menerapkannya dengan tanpa kesungguhan. Sekolah harus meyikapi pendidikan karakter seserius sekolah menghadapi pendidikan akademik, karena sekolah yang hanya mendidik pemikiran tanpa mendidik moral adalah sekolah yang sedang mempersiapkan masyarakat yang berbahaya. Kesimpulan serupa juga ditegaskan dalam Sister Mary Janet dan Ralp G. Chamberlin. Menurutnya, sekolah memiliki yang sangat signifikan dalam mengajarkan moral dan nilai-nilai agama.
Kamis, 19 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar