PART FIVE (CHARACTER EDUCATION IN ISLAM)
E. Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan Islam
Dalam jurnal internasional, The Journal of Moral Education, nilai-nilai dalam ajaran Islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupas secara khusus dalam volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini memberikan pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial mana pun. Tanpa keduanya, maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarakat dapat dipastikan lenyap.
Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhamad saw. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.
Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. Akibatnya, pendidikan karakter dalam Islam lebih sering dilakukan secara doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis. Pendekatan semacam ini membuat pendidikan karakter dalam Islam lebih cenderung pada teaching right and wrong. Atas kelemahan ini, pakar-pakar pendidikan Islam kontemporer seperti Muhamad Iqbal, Sayyed Hosen Nasr, Naquib Al-Attas dan Wan Daud, menawarkan pendekatan yang memungkinkan pembicaraan yang menghargai bagaimana pendidikan moral dinilai, dipahami secara berbeda, dan membangkitkan pertanyaan mengenai penerapan model pendidikan moral Barat.
Hal penting yang dapat disimpulkan dari paparan di atas adalah kekayaan pendidikan Islam dengan ajaran moral yang sangat menarik untuk dijadikan content dari pendidikan karakter. Namun demikian pada tataran operasional, pendidikan Islam belum mampu mengolah content ini menjadi materi yang menarik dengan metode dan teknik yang efektif.
Kamis, 19 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar