Hasil Pencarian Anda

Silahkan Tik Yang Anda Cari

Rabu, 27 Mei 2009

REVOLUSI PEMBELAJARAN AKHLAK

METODE ALTERNATIF PEMBELAJARAN AKHLAK

DI SMI AL-MUHAJIRIN PURWAKARTA  

A.     Rasional

      Tujuan utama pendidikan yang selama ini terabaikan atau gagal tercapai adalah pembentukan karakter (character building). Pengabaian atau kegagalan ini dapat dilihat dari tingginya angka kenakalan remaja dari tahun ke tahun. Anak-anak tidak sopan ke pada orang tua dan orang yang lebih tua, kurang peduli terhadap sesama, kata-kata kotor yang jauh dari etika, perselisihan dan tawuran yang dengan sangat cepat mudah terjadi, pergaulan bebas, merokok dan narkoba, adalah pemandangan umum yang hampir pasti kita temukan di mana saja kita menemukan remaja.

      Dalam pandangan Islam, pembentukan karakter (character building) ini sudah sangat jelas ditegaskan oleh Rasulullah saw sebagai misi kerasulannya. Bahkan dalam kajian lebih dalam yang dilakukan para ulama klasik dan kontemporer disimpulkan  bahwa akhlak mulia sebagai hasil dari character building adalah jantung ajaran Islam. Maka tak diragukan lagi pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan tertinggi bagi setiap lembaga pendidikan Islam. Namun dalam kenyataannya, banyak lembaga pendidikan Islam baik yang berlabel pesantren maupun madrasah tidak menunjukkan hal menggembirakan dalam masalah ini.

      Berangkat dari pemikiran tersebut, SMI Al-Muhajirin sebagai lembaga pendidikan Islam menempatkan character building sebagai visi pendidikannya. Hal ini juga terlihat dalam motto Al-Muhajirin; BERPIKIR DINAMIS, BERAKHLAK SALAF, BERAQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH. Sebagai upaya mewujudkan visi tersebut maka SMI menetapakan akhlak mulia sebagai mata pelajaran tersendiri, di samping upaya pengembangan pembelajaran setiap mata pelajaran yang berbasis akhlak mulia.

B.      Akhlak sebagai Mata Pelajaran Tersendiri

        Secara teoritis ada dua pendekatan yang ditawarkan dalam pendidikan karakter atau pendidikan akhlak.

1.      Akhlak mulia diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri

2.      Akhlak diposisikan sebagai misi setiap mata pelajaran sehingga pembelajarannya berbasis dan bermisi akhlak mulia.

Dari dua pendekatan itu, SMI Al-Muhajirin memandang pendekatan pertama lebih efektif dalam mencapai pembentukan karakter atau akhlak mulia dimaksud. Dengan demikian, Mata Pelajaran Akhlak yang selama ini diajarkan dengan merujuk kepada hadits-hadits akhlak bukan Mata Pelajaran Hadits. Oleh karena itu maka menghapal hadits bukan tujuan utama mata pelajaran ini.       

C.     Metode Pembelajaran

      Dalam pendidikan karakter menuju terbentuknya akhlak mulia dalam diri setiap siswa ada tiga tahapan yang harus dilalui dan dicapai

1.      Moral Knowing.
Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan karakter. Dalam tahapan ini tujuan pembelajaran akhlak adalah

a.      Siswa mampu membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela

b.      Siswa memahami secara logis dan rasional (bukan secara dogmatis dan doktriner) pentingnya akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan

c.       Siswa mengenal sosok Nabi Muhamad saw sebagai figur teladan akhlak mulia melalui hadits-haditsnya.

2.      Moral Loving.
Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati, atau jiwa, bukan lagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan sehingga siswa mampu berkata kepada dirinya sendiri, "Iya, saya harus seperti itu…" atau "Saya perlu mempraktekkan akhlak ini…" . Untuk mencapai tahapan ini guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modeling, atau kontemplasi. Melalui tahap ini pun siswa diharapkan mampu menilai dirinya sendiri (muhasabah), semakin tahu kekurangan-kekurangannya.   

3.      Moral Doing.
Inilah puncak keberhasilan mata pelajaran akhlak, siswa mempraktekkan nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah, penyayang, jujur, disiplin, dan seterusnya. Selama perubahan akhlak belum terlihat dalam perilaku anak walaupun sedikit, selama itu pula kita memiliki setumpuk pertanyaan yang harus selalu dicari jawabannya.  

D.    CONTOH PENERAPAN METODE

      Materi              : Nilai akhlak dalam Hadits berikut 

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا او ليصمت

      Dalam tahap Moral Knowing, guru melempar pertanyaan apa akhlak mulia yang diajarkan oleh hadits tersebut? Apa akhlak tercela yang bertentangan dengan hadits tersebut? Siswa diminta mendiskusikan dalam kelompok kecil tentang

1.      bentuk-bentuk real dari perkataan-perkataan yang baik dan jelek.

2.      manfaat yang diperoleh dengan berkata-kata yang baik

3.      dampak negatif dari kata-kata jelek

            dalam tahapan ini akal dan otak anak diajak berfikir tentang pentingnya menjaga ucapan.   

      Dalam tahap Moral Loving, untuk menyentuh sisi emosional siswa guru dapat melakukan alternatif berikut

1.      Menyampaikan kisah yang menarik dan menyentuh yang berkaitan dengan akhlak menjaga ucapan

2.      Bermain peran atau sosiodrama. Siswa dibawa pada situasi bila mendapat perlakuan kata-kata yang baik dari orang lain. Apa yang dirasakannya? Sebaliknya bila ia mendapat perlakuan kata-kata buruk dan kotor,  bagaimana perasaannya. Dengan cara ini diharapkan siswa sendiri yang menyimpulkan pentingnya menjaga ucapan.

3.      Kontemplasi atau perenungan dengan mengajak siswa merenungkan berapa banyak orang yang telah tersakiti hati dan perasaannya karena kata-katanya? Dst.

4.      Sharing pengalaman sesame siswa tentang nilai akhlak yang dibahas

       Dalam tahap Moral Doing sebagai target puncak, guru perlu melakukan pengamatan terhadap perubahan perilaku siswa. Untuk ini guru perlu menyiapkan format pengamatan termasuk meminta laporan dari sesame guru atau dari siswa yang lain. Sangat baik bila anak diberi PR mempraktekkan nilai akhlak yang telah dipelajari dengan cara setiap anak memiliki buku catatan harian yang berisi pengalaman mereka dalam upaya menerapkan akhlak tersebut apa adanya.   

E.     HAPALAN HADITS BUKAN TUJUAN MATA PELAJARAN INI

      Hal ini sangat perlu ditekankan karena tugas menghapal hadits akhlak sering kali mengabaikan yang sangat mendasar dari tujuan mata pelajaran ini yaitu perubahan perilaku. Guru harus mulai mengalihkan fokus dari pengamatan terhadap koleksi hadits yang dihapal siswa kepada pengamatan perubahan perilaku. Namun demikian bacaan, terjemah dan hapalan hadits masih tetap dapat disampaikan sebagai tahapan Moral Knowing bukan akhir dan puncak dari mata pelajaran akhlak ini  

F. 11 PRINSIP PENDIDIKAN AKHLAK YANG EFEKTIF

 
 

  1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai dasar karakter yang baik
  2. Mendefinisikan karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku
  3. Menggunakan pendekatan yang komprehensif, tajam, dan proaktif untuk membangun karakter
  4. Menciptakan komitas sekolah yang peduli/penuh perhatian
  5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan akhlak (moral action)
  6. Cakupan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghargai semua pelajar, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
  7. Mengupayakan pemeliharaan motivasi diri para siswa
  8. Memfungsikan staf sekolah sebagai komunitas moral dan komunitas belajar yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan upayakan untuk setia pada nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa
  9. Memelihara kepemimpinan moral dan dukungan yang luas dalam inisiatif pendidikan karakter
  10. Memfungsikan keluarga dan anggota komunitas sebagai mitra dalam mengupayakan pembangunan karakter
  11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan jangkauan siswa dalan manifestasi karakater yang baik
READ MORE - REVOLUSI PEMBELAJARAN AKHLAK

Senin, 25 Mei 2009

STRATEGI MEMBANGUN SEKOLAH BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL

Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal di SMA merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang pada PP 19 Tahun 2005 BAB III pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok matapelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,olah raga dan kesehatan; dan ayat (3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. Oleh karena itu PBKL dapat diselenggarakan melalui tiga cara, yaitu pengintegrasian dalam mata pelajaran yang relevan, muatan lokal, dan mata pelajaran keterampilan.

  1. Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran

    Bahan kajian keunggulan lokal dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengkaji SK/KD mata pelajaran yang terkait dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal. Hasil pengkajian SK/KD tersebut dituangkan pada penyempurnaan silabus dan RPP. Kemudian dibuat bahan ajar cetak dan bahan ajar ICT yang mengintegrasikan PBKL pada mata pelajaran yang relevan. Pola pengintegrasian PBKL pada mata pelajaran dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini.

    1. Melaksanakan identifikasi SK/KD yang telah ada dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal, sehingga terpilih beberapa konsep pada mata pelajaran yang relevan.
    2. Menyempurnakan Silabus mata pelajaran pada konsep yang terpilih berdasarkan hasil identifikasi SK/KD yang dihubungkan dengan keunggulan lokal.
    3. Menyempurnakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran pada SK/KD yang terpilih.
    4. Membuat bahan ajar (modul,LKS dll) atau bahan ajar mata pelajaran yang mengintegrasikan PBKL dan berbasis ICT
    5. Membuat bahan/perangkat ujian dari konsep yang yang telah terpilih pengintegrasian PBKL-nya.


 

Contoh :

Di suatu tempat/sekolah sangat kental dipengaruhi oleh budaya religius, karena di sekitar sekolah banyak terdapat pondok pesantren, sehingga banyak siswa yang belajar di sekolah formal dan mengaji di pondok pesantren tradisional. Maka potensi budaya religius ini dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran, misalnya memasukan ayat-ayat suci Al Quran kedalam mata pelajaran Fisika, dimulai dengan memasukannya kedalam SK/KD, silabus, RPP dan bahan ajar. Contoh lain dilihat dari potensi geografis, suatu sekolah berada di daerah pertanian, maka di bagian mata pelajaran Kimia atau Biologi dapat memasukan konsep pembuatan pupuk, minyak kelapa dengan proses kimia atau pembudidayaan jamur, apotik hidup dll.


 

  1. Mata Pelajaran Muatan Lokal

    Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Kajian mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan. Untuk itu terlebih dahulu harus disusun SK/KD, silabus dan Rencana Pembelajaran yang memungkinkan setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pembelajaran muatan lokal. Dalam kurun waktu tertentu (semester/ tahun) sekolah dapat menyediakan 2, 3 atau beberapa jenis muatan lokal yang akan dipilih siswa. Dengan demikian siswa mempunyai pilihan untuk mengikuti lebih dari satu jenis program keunggulan lokal pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing serta program yang diselenggarakan oleh sekolah.


     

    Contoh : Muatan Lokal Seni Pahat

    Kerajinan "cor perunggu dan patung batu" di Kecamatan Trowulan-Kabupaten Mojokerto adalah peninggalan Kerajaan Majapahit. Hasil kerajinan tersebut terpajang di pinggir jalan yang tersebar di Desa Jati Pasar, Jati Sumber, Wates dan Minak Jinggo. Di Desa Wates, salah satu Sentra Kerajinan di Trowulan. Umumnya perajin di Trowulan memproduksi patung Budha, Ken Dedes, Ganesha, Syiwa dan Brahma sebagai pesanan dari Bali. Hasil kerajinan tersebut beredar luas kemana-mana, bukan saja di dalam negeri, namun juga ke mancanegara. Hasil kerajinan seniman Trowulan, juga menghiasi banyak art shop di Bali untuk selanjutnya di transfer ke banyak Negara.


     

    Kondisi tersebut dikaji oleh sekolah dari berbagai hal seperti kemampuan sekolah, bakat dan minat siswa serta ketersediaan SDM yang ada. Kemudian sekolah menetapkan bahwa seni pahat menjadi mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Langkah selanjutnya yang dilakukan sekolah adalah menyusun SK/KD, menyusun silabus, menyusun bahan ajar, dan strategi penilaian. Setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun. Dengan demikian siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis program keunggulan lokal pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat, program dan daya dukung sekolah.


     

  2. Mata Pelajaran Keterampilan.

    Strategi ini digunakan untuk menyajikan materi atau substansi keunggulan lokal secara berdiri sendiri, bukan terintegrasi dengan mata pelajaran. Dengan demikian SK/KD dapat menggunakan mata pelajaran keterampilan sesuai dengan bahan ajar/substansi keunggulan lokal yang diselenggarakan. Apabila SK/KD yang tersedia tidak relevan dengan bahan ajar/substansi program keunggulan lokal, maka satuan pendidikan dapat mengembangkan sendiri SK/KD yang sesuai dengan kebutuhan. Siswa harus mengikuti pembelajaran secara komprehensif mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Melalui pendekatan ini peserta didik akan lebih menguasai substansi keunggulan lokal yang diprogramkan di sekolah. Harus diingat bahwa program keterampilan di SMA bukan untuk menghasilkan produk keterampilan sebagaimana di SMK, tetapi sebagai pengenalan keterampilan yang terkait dengan keunggulan lokal untuk mempersiapkan pilihan jurusan di Perguruan Tinggi. 

    Contoh :

    Bali merupakan daerah kunjungan wisata yang sangat dikagumi oleh wisatawan mancanegara. Salah satu SMA di Denpasar memprogramkan mata pelajaran bahasa Prancis yang diikuti oleh siswa kelas X, XI dan XII. Setelah siswa lulus SMA, mereka melanjutkan pendidikan di PT dengan mengambil jurusan bahasa Prancis. Bagi siswa yang tidak memperoleh peluang diterima di PT meraka dapat menjadi pemandu wisata bagi wisatawan Prancis di daerahnya.

READ MORE - STRATEGI MEMBANGUN SEKOLAH BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL

SEKOLAH BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DI ERA GLOBAL

Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.


 

Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.


 

Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.


 

Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di SMA adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMA sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.

READ MORE - SEKOLAH BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DI ERA GLOBAL