Dalam tulisan saya terdahulu tentang Pendidikan Islam antara Kemenangan Politik dan Kekalahan Praktik, telah disimpulkan bahwa lahirnya UUSPN 2003 sesungguhnya menandakan kemenangan pendidikan Islam secara politis. Meski demikian, kemenangan ini tidak serta merta diikuti oleh kemenangan dan keunggulan pada tataran praktis operasional. Lalu bagaimana setelah PEMILU 2009, akan kah kemenangan politis ini terus bertahan dan menguat atau makin tergerus?
Jawaban untuk pertanyaan ini dapat dilihat dari hasil PEMILU yang baru tadi pagi dilaksanakan. Sampai saat tulisan ini dibuat, tak ada satu pun partai berbasis Islam (baca: agama) masuk dalam 3 besar perolehan suara (lihat di sini). Tentu saja ini baru analisis awal dan mentah. Tetapi jujur, secara pribadi saya cukup ketar-ketir dengan nasib pendidikan Islam pasca pemilu. Saya setuju dengan statemen bahwa PARTAI BERBASIS AGAMA TIDAK LAKU, RAKYAT MAKIN PRAGMATIS.
Sebagai suatu otokritik saya melihat ada 3 STIGMA PARTAI-PARTAI ISLAM sejauh ini
Saya juga sangat setuju dengan statemen seorang kyai sepuh ketua MUI di kabupaten tempat saya tinggal. Menurutnya, sebenarnya TIDAK ADA PARTAI ISLAM, paling juga PARTAI UMAT ISLAM. Ya setuju sekali! Sebab sebuah partai Islam harus benar-benar memperjuangkan sebuah tatanan sistem yang membuat ISlam bisa diterapkan secara leluasa dan menghadirkan kenyamanan (baca: rahmat) dan kebaikan bagi seluruh komponen bangsa bahkan dunia (baca: rahmatan lil alamin). Partai mereka hanya partai yang didukung oleh sebagian umat Islam bukan 100 % untuk perjuangan Islam. Mungkin ada baiknya Anda ikut merenungkan kembali tawaran saya tentang PARTAI GURU INDONESIA
Tulisan di bawah ini mungkin menarik untuk kita jadikan bahan perbandingan
Jawaban untuk pertanyaan ini dapat dilihat dari hasil PEMILU yang baru tadi pagi dilaksanakan. Sampai saat tulisan ini dibuat, tak ada satu pun partai berbasis Islam (baca: agama) masuk dalam 3 besar perolehan suara (lihat di sini). Tentu saja ini baru analisis awal dan mentah. Tetapi jujur, secara pribadi saya cukup ketar-ketir dengan nasib pendidikan Islam pasca pemilu. Saya setuju dengan statemen bahwa PARTAI BERBASIS AGAMA TIDAK LAKU, RAKYAT MAKIN PRAGMATIS.
Sebagai suatu otokritik saya melihat ada 3 STIGMA PARTAI-PARTAI ISLAM sejauh ini
1. Adanya kasus KORUPSI yang menjerat beberapa anggota dewan dari partai ISlam. Memalukan!
2. Adanya perpecahan dari banyak partai Islam. Sungguh memalukan dan sangat tidak mencerminkan ajaran ISlam dalam menyikapi perbedaan.
3. Sikap yang justru pragmatis saat menentukan KOALISI, dan memperjuangkan aspirasi. Sungguh sangat jauh dari sebuah IDEALISME PERJUANGAN. Jadi jangan salahkan rakyat kalau tidak dipilih. SALAH SENDIRI, KAN???
2. Adanya perpecahan dari banyak partai Islam. Sungguh memalukan dan sangat tidak mencerminkan ajaran ISlam dalam menyikapi perbedaan.
3. Sikap yang justru pragmatis saat menentukan KOALISI, dan memperjuangkan aspirasi. Sungguh sangat jauh dari sebuah IDEALISME PERJUANGAN. Jadi jangan salahkan rakyat kalau tidak dipilih. SALAH SENDIRI, KAN???
Saya juga sangat setuju dengan statemen seorang kyai sepuh ketua MUI di kabupaten tempat saya tinggal. Menurutnya, sebenarnya TIDAK ADA PARTAI ISLAM, paling juga PARTAI UMAT ISLAM. Ya setuju sekali! Sebab sebuah partai Islam harus benar-benar memperjuangkan sebuah tatanan sistem yang membuat ISlam bisa diterapkan secara leluasa dan menghadirkan kenyamanan (baca: rahmat) dan kebaikan bagi seluruh komponen bangsa bahkan dunia (baca: rahmatan lil alamin). Partai mereka hanya partai yang didukung oleh sebagian umat Islam bukan 100 % untuk perjuangan Islam. Mungkin ada baiknya Anda ikut merenungkan kembali tawaran saya tentang PARTAI GURU INDONESIA
Tulisan di bawah ini mungkin menarik untuk kita jadikan bahan perbandingan
3 Besar hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei menunjukan keunggulan partai nasionalis. Mereka yakni Partai Demokrat (PD), PDIP, dan Partai Golkar. Sedang partai berbasis agama hanya PKS yang mencuat.
"Partai agama semakin menyusut. Politik kian semakin pragmatis," kata pengamat politik Arie Sujito saat dihubungi melalui telepon, Kamis (9/4/2009).
Ketika politik semakin pragmatis, rakyat pun demikian. Mereka cenderung memilih partai yang terlihat relatif terbuka.
"Kecenderungan politik di Indonesia, identitas tidak begitu laku. Dan meskipun 3 partai besar itu bukan tipe partai ideal, tapi partai yang selama ini mampu menjawab trend politik," jelasnya.
Dia menjelaskan, selama ini pun partai-partai yang berbasis agama hanya sekedar simbol saja. Tapi pada prakteknya tetap seperti pada partai politik pada umumnya. Dan ini kemudian yang dilihat rakyat.
"Sampelnya, mereknya agama. Tapi cara mereka berkoalisi dan menyampaikan agenda tidak mencerminkan partai agama, tapi partainya pragmatis," jawabnya.
Demikian juga dengan PKS, menurutnya bila kemudian partai ini tergoda dengan hal yang pragmatis, maka nasibnya akan sama dengan partai-partai berbasis agama lainnya yang mengalami penurunan, atau tidak lolos sama sekali.
"Lama-lama PKS akan mengalami hal sama, bila tergoda dengan koalisi tidak jelas dan melayani kepentingan elit jangka pendek," imbuhnya.
Tapi yang perlu diingat, menurut Arie, dari 3 partai besar ini PDIP terlihat tidak melakukan pendekatan ke bawah, Golkar belum mampu lepas dari Orbaisme dan ketiadaan, dan Demokrat hanya mengandalkan figur SBY.
"Pemilu di 2009 ini kudeta kaum borjuasi dalam dunia politik. Yang berkuasa kaum borjuis, dan ini harus menjadi bahan refleksi," tutupnya.
sumber (www.pemilu.detiknews.com)
"Partai agama semakin menyusut. Politik kian semakin pragmatis," kata pengamat politik Arie Sujito saat dihubungi melalui telepon, Kamis (9/4/2009).
Ketika politik semakin pragmatis, rakyat pun demikian. Mereka cenderung memilih partai yang terlihat relatif terbuka.
"Kecenderungan politik di Indonesia, identitas tidak begitu laku. Dan meskipun 3 partai besar itu bukan tipe partai ideal, tapi partai yang selama ini mampu menjawab trend politik," jelasnya.
Dia menjelaskan, selama ini pun partai-partai yang berbasis agama hanya sekedar simbol saja. Tapi pada prakteknya tetap seperti pada partai politik pada umumnya. Dan ini kemudian yang dilihat rakyat.
"Sampelnya, mereknya agama. Tapi cara mereka berkoalisi dan menyampaikan agenda tidak mencerminkan partai agama, tapi partainya pragmatis," jawabnya.
Demikian juga dengan PKS, menurutnya bila kemudian partai ini tergoda dengan hal yang pragmatis, maka nasibnya akan sama dengan partai-partai berbasis agama lainnya yang mengalami penurunan, atau tidak lolos sama sekali.
"Lama-lama PKS akan mengalami hal sama, bila tergoda dengan koalisi tidak jelas dan melayani kepentingan elit jangka pendek," imbuhnya.
Tapi yang perlu diingat, menurut Arie, dari 3 partai besar ini PDIP terlihat tidak melakukan pendekatan ke bawah, Golkar belum mampu lepas dari Orbaisme dan ketiadaan, dan Demokrat hanya mengandalkan figur SBY.
"Pemilu di 2009 ini kudeta kaum borjuasi dalam dunia politik. Yang berkuasa kaum borjuis, dan ini harus menjadi bahan refleksi," tutupnya.
sumber (www.pemilu.detiknews.com)
Selamat merenung dan mencari jawaban!
2 komentar:
wah kalau partai guru.saya nggak setuju pak...........eh Bung.eh pakdhe......ah...apalah...soalnya nanti kita kaum guru akan menjadi kotak sendiri....bertentangan dengan hakikat profesi kita sebagai guru yang harus menyentuh semua kalangan dan semua lini elemen bangsa....gitu Bung........
a GOOD COMMENT. Bagaimana kalau partai guru ini justru untuk menegaskan hakikat keguruan kita? Siapa sesungguhnya yang sampai sekarang selalu concern memperjuangkan nasib para guru? Justru GURU DIPOLITISASI karena GURU (maaf) mungkin dianggapnya GAPTIK (GAGAP POLITIK).
But, anyway, komentar Anda patut diapresiasi
Posting Komentar