Embrio SMA unggulan di Indonesia bermula dari Pilot Project pemerintah melalui Depdikbud saat itu untuk menyeleksi siswa berbakat dari beberapa sekolah sample pada tahun 1980 dan 1982. Dari hasil seleksi ini pada tahun 1986 pemerintah mengirim 50 melalui Balitbang Depdikbud dan 100 orang melalui BPPT untuk belajar belajar di luar negeri. Kemudian pada tahun 1990 Yayasan Jenderal Sudirman bekerja sama dengan Yayasan Tamansiswa menyelenggarakan SMA Plus Taruna Nusantara di Magelang. Input siswa sekolah ini adalah siswa-siswa terbaik yang terpilih dari seluruh nusantara. Empat tahun setelah itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud mengeluarkan
Perkembangan selanjutnya dari sekolah unggulan ini memetakan sekolah unggulan ke dalam 3 tipe. Pertama, sekolah yang menerima dan menyeleksi secara ketat siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun proses belajar-mengajar sekolah tersebut tidak luar biasa bahkan cenderung ortodok, namun dipastikan karena memilih input yang unggul, output yang dihasilkan juga unggul. Kedua, sekolah yang menawarkan fasilitas yang serba mewah, dengan bayaran yang sangat tinggi. Prestasi akademik yang tinggi bukan menjadi acuan input untuk diterima di sekolah semacam ini. Sekolah dengan tipe seperti ini biasanya mengandalkan pola pembelajaran alternative dari perkembangan teori-teori pendidikan kontemporer. Ketiga, sekolah yang menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Mereka menerima dan mampu memproses siswa yang masuk sekolah tersebut (input ) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi.[2]
Dalam kaitannya dengan SMA Al-Ma’soem, secara historis pendiriannya ada pada momentum wacana SMA Plus atau Unggulan sedang mengidola. Kondisi seperti tentu saja sangat menguntung SMA Al-Ma’soem sebagai sebuah sekolah swasta baru. Dari penjelasan latar belakang pendirian SMA Al-Masoem dapat ditelusuri keinginan untuk tampil sebagai yang seirama dengan wacana yang saat itu berkembang. Disebutkan bahwa Yayasan Pendidikan Al-Masoem didirikan sebagai antisipasi atas perpindahan penduduk Kota Bandung yang berstatus sebagai keluarga dosen, terutama dosen UNPAD ke Jatinangor sebagai Kota Pendidikan dan Rancaekek sebagai daerah perumahan dan industri. Kondisi tersebut di atas menuntut kehadiran sekolah yang berkualitas.[3] Sekolah yang berkualitas, itulah cikal bakal yang mendorong SMA Al-Ma’soem semakin memposisikan diri sebagai sekolah unggulan.
[1] Lihat Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia, h. 64-70, Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru (Jakarta: Paramadina, 2001) h. 5
[2] Lihat Administrator, Tipe Sekolah Unggulan, artikel diunduh pada tanggal 30 Mei 2008 dari http://www.darmabangsa.sch.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=35, bandingkan dengan Muhamad Ikhsan, Sekolah Unggulan, artikel diunduh pada tanggal 30 Mei 2008 dari http://teknologipendidikan.wordpress.com/category/artikel/page/3/
[3] Lihat, Yayasan Pendidikan Al-Ma’soem, Setahun Bersama Al-Ma’soem, (
[4] Dirangkum dari hasil wawancara dengan Sumartono, PKS Kurikulum SMA Al-Ma’soem pada tanggal 8 Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar