Khutbah Idul Fitri 143o H
(oleh: R. Marpu Muhidin Ilyas)
الحمد لله الذي بلغنا رمضان وأعاننا فيه فصمنا ورزقنا فافطرنا
الحمد لله الذي أطعمنا من جوع و آمنّا من خوف
الحمد لله الذي فضلنا على كثير من عباده
ولم ينقص لنا عطاياه على كثرة منا من معاصيه
أشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له توحيدا في ذاته وصفاته وأفعاله وعبادته
وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أيمانا برسالته واتباعا بسنته
أما بعد
فيا إخوتي المسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته وتوحيده
وإياكم والشرك به وعقوق الوالدين
فقد قال تعالى
وقضى ربك أن لا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا
وقال :أن اشكر لي و لوالديك إلي المصير
وقال: واخفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب ارحمهما كما ربياني صغيرا
الله أكبر ولله الحمد
Isi khutbah 1
الله اكبر كبيرا
Maha Agung Engkau ya Allah
Engkau lah pemilik sifat-sifat termulia dan nama-nama terbaik
Tak ada satu pun menyerupai dan menyaingi keagungan-Mu
Engkaulah Tuhan karena pada-Mu lah sifat-sifat ketuhanan ada dan nyata
والحمد لله كثيرا
Segala puji hanya untuk-Mu atas pemberian dan perhatian-Mu yang sungguh banyak kepada kami pagi ini
Engkau sungguh Maha Terpuji ya Allah
Engkau hidupkan kami pagi ini padahal kami lupa memintanya kepadamu tadi malam, bahkan hampir dalam seluruh malam
Engkau fungsikan jantung kami untuk tetap berdetak
Mata kami untuk tetap melihat
Telinga kami untuk tetap mendengar
Kaki kami untuk tetap berjalan
Padahal kami lupa memohonkannya kepada-Mu tadi malam, bahkan hampir dalam seluruh malam-malam kami
Sungguh Maha terpuji Engkau ya Allah
Semua Engkau berikan tanpa kami minta
Semua Engkau tetapkan pada diri kami meski sangat sering kami tidak berterima kasih kepada-Mu
وسبحان الله بكرة وأصيلا
Maha suci Engkau ya Allah
Tak ada kekurangan sedikit pun pada-Mu
Maha suci Engkau, tapi kami tidak menghambakan diri dengan baik kepada-Mu
Maha suci Engkau, tapi kami tidak mengingatmu dengan dzikir yang semestinya
Maha suci Engkau, tapi kami tidak berterima kasih kepada-Mu dengan syukur yang sesungguhnya
لاإله إله إلا الله
Tak ada yang patut ditaati dan ditakuti selain Engkau ya Allah
Tak ada ketundukan sejati kecuali kepada-Mu
Tak ada Tuhan selain Engkau Ya Allah
Tapi betapa sering kami mempertuhan nafsu kami sendiri
Kami memenuhi setiap keinginannya
Kami menuruti setiap kesenangannya
Hadirin Jamaah shalat Idul Fitri sekalian,
Itulah sesungguhnya makna dan pesan dari lantunan takbir yang sejak Maghrib kemarin kita dengar dan kita ucapkan. Ungkapan yang seharusnya menyadarkan kita tentang kemahaagungan Allah, kemahterpujian Allah, kemahasucian Allah, dan ketuhanan Allah yang hanya kepada-Nya lah ketundukan dan kepatuhan diarahkan.
Hari ini disebut Idul Fitri yang berarti hari raya karena berbuka dari puasa selama satu bulan. Dalam ajaran Islam, Id adalah hari kebahagiaan yang sepantasnya pada hari itu kaum muslimin bergembira. Bila memang kita hari ini bergembira dan bersuka cita, karena apakah gerangan?
Apakah kita gembira karena telah menuntaskan Ramadhan dengan baik? Gembira karena puasa kita Ramadhan ini lebih berkualitas daripada sebelumnyakah? Gembira karena sukses melalui malam-malam Ramadhan dengan pelaksanaan Tarawih yang sempurna, khusyu dan iklhas kah? Gembira karena hari-hari Ramadhan kita subur dan ramai dengan bacaan Al-Qur'an, sedekah, dan beragam kebaikan lainnyakah? Mari kita ingat-ingat dengan baik hari-hari Ramadhan yang telah kita lalui.
Bila karena alasan itu kita bergembira, sungguh itulah pertanda keimanan. Segeralah tanamkah kesadaran bahwa semua itu terjadi karena bantuan Allah semata. La haula wa la quwwata illa billah. Mari buang rasa bangga diri karena semua kesuksesan itu, karena bukankah tak ada satu pun dari kita yang tahu apakah puasa, tarawih, dan zakatnya diterima Allah atau tidak? Apalah arti kebanggaan untuk amal yang masih belum tentu nasibnya. Marilah hadirin sekalian menundukan kepala diiringi pengharapan yang dalam kita berdoa kepada Allah
ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم
Ya Allah yang menciptakan dan mengurusi kami
Terimalah puasa kami selama Ramadhan kemarin
Terimalah tarawih kami Ya Allah
Terimalah bacaan Al-Qur'an kami
Terimalah wahai yang Maha Mendengar, wahai yang Maha Melihat
Kami akui ya Allah puasa kami penuh kekurangan dan kesalahan
Hanya menahan haus dan lapar, sementara nafsu masih kami bebaskan berkeliaran
Kami akui ya Allah tarawih kami penuh kekurangan
Hanya mengejar rakaat, tidak memperhatikan etika, kekhusyuan dan keikhlasan
Maka sempurnakanlah kekurangan kami dan ampunilah kami dari semua itu ya Allah
Ampunilah kami wahai Penerima Taubat, wahai yang Maha Pengasih
Amiin.
Atau hadirin sekalian,
Jangan-jangan kita gembira bukan karena itu, melainkan karena merasa terbebas dari kekangan Ramadhan yang mengharuskan diri menahan lapar dan haus. Jangan-jangan kita gembira karena merasa ada ruang bebas untuk kembali memanjakan nafsu kita setelah selama sebulan kemarin merasa cukup terkekang dan tertahan. Maka marilah kita beristighfar memohon ampun kepada Allah.
Hadirin sekalian, sayangnya itulah yang saksikan dari kebanyakan masyarakat di banyak tempat. Mengawali ramadhan dengan kegiatan munggahan yang penuh dengan kegiatan hura-hura, foya-foya, dan bersenang-senang menuruti hawa nafsu. Seakan-akan berkata, mumpung belum puasa, mendingan puas-puasin dulu. Dan setelah Ramadhan berakhir pun kita lihat demikian. Seakan-akan merasa merdeka dan bebas dari kekangan puasa, pada Idul Fitri banyak orang-orang beramai-ramai mendatangi tempat-tempat yang rawan kemaksiatan, atau paling tidak tempat yang sulit membuat diri ingat pada Allah. Muda-mudi bersalaman dengan bukan muhrimnya dengan jabatan tangan yang erat. Itulah yang kita saksikan. Mudah-mudahan semua yang hadir dan mendengar khutbah ini dijaga oleh Allah dari perbuatan semacam itu.
الله أكبر
Hadirin sekalian,
Khutbah yang saya sampaikan hari ini sesungguhnya adalah juga nasihat untuk saya pribadi. Mudah-mudahan Allah melembutkan dan membukakan hati kita untuk tidak ragu menerima kebenaran dari siapa pun.
Hadirin sekalian,
Kita telah berpuasa sebulan penuh. Kita telah mengisi setiap malam dengan tarawih. Kita pun telah membayar zakat, baik zakat fitrah maupun mal. Sebagian dari kita mungkin telah melakukan ibadah haji. Ketahuilah, saudara-saudaraku sekalian, Amr bin Murah Al-Juhani menceritakan bahwa pada suatu hari ada seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya,
يا رسول الله أرأيت إذا صليت الصلوات الخمس و صمت رمضان و أديت الزكاة و حججت البيت فماذا لي ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : [ من فعل ذلك كان مع النبيين و الصديقين و الشهداء و الصالحين إلا أن يعق والديه
YA RASULALLAH, BAGAIMANAKAH MENURUTMU JIKA AKU SELALAU SHALAT 5 WAKTU, SELALU PUASA RAMADHAN, SELALU MEMBAYAR ZAKAT, DAN BERHAJI KE BAITULLAH. APAKAH YANG AKAN AKU DAPATKAN? Kemudian Rasulallah saw menjawab, ORANG YANG MELAKUKAN SEMUA ITU AKAN DIKUMPULKAN DENGAN PARA NABI, PARA SIDDIQIN, PARA SYUHADA DAN ORANG-ORANG SALIH, KECUALI IA MENYAKITI KEDUA ORANG TUANYA.
Apa yang diriwayatkan Amr bin Murah ini menunjukkan bahwa segala amal salih akan sia-sia bila tidak disertai pebuatan dan sikap yang baik kepada kedua orang tua kita. Maka hadirin sekalian, di Hari Raya yang Agung ini setelah mengisi Ramadhan dengan berbagai amal salih, sepantasnya kita merenung bersama, bagaimanakah sikap kita kepada ayah dan ibu kita selama ini? Bagaimanakah sikap kepada dua orang ini yang tanpanya kita tidak akan ada di dunia ini?
Mari perhatikan kisah yang terjadi pada masa Rasulullah berikut ini dengan seksama seraya menghadirkan wajah kedua orang tua kita, seakan-akan mereka ada dihadapan dan menatap kita. Hadirin sekalian, pada masa Rasulullah saw ada seorang sahabat yang sangat taat kepada Allah swt. Dia selalu shalat 5 waktu ditambah dengan shalat-shalat sunat. Dia pun rajin berpuasa dan suka bersedekah. Suatu hari ia jatuh sakit dan semakin parah sakitnya. Lalu ia menyuruh isterinya untuk mendatangi Rasulullah saw guna meminta pertolongan. Rasulullah saw kemudian mengutus Ammar, Shuhaib dan Bilal untuk melihat orang tersebut dan membimbingnya mengucapkan dua kalimah syahadat dalam sakaratul mautnya. Setelah ketiga orang sahabat Nabi itu datang, masuk, dan mentalkinkan syahadat kepadanya, ternyata lidahnya tidak mampu mengucapkannya. Maka mereka pun mengabari Rasulullah saw tentang kejadian itu. Rasulullah saw berkata, apakah orang tuanya masih ada yang hidup?. Utusan itu pun menjawab bahwa laki-laki tersebut masih mempunyai seorang ibu yang sudah tua. Rasulullah lalu mengutus seseorang kepada ibu sahabat yang sedang sakaratul maut tersebut. Rasul berpesan kepada utusan itu, "Bila ia mampu berjalan, suruhlah menghadap Rasulullah saw. Tapi bila tidak, tetaplah di Rumah sampai Rasulullah saw datang kepadanya"
Sebagai seorang shahabiyah yang taat, perempuan tua ibu dari sahabat yang sakit dan sekarat itu pun meski sudah renta memilih untuk datang sendiri kepada Rasulullah saw. Sesampainya di rumah Rasulullah saw, Rasul saw berkata kepadanya, "Wahai Ibu, jujurlah kepadaku. Bagaimana sebenarnya keadaan anakmu itu?" Perempuan tua lalu menjawab, "Ya Rasulallah, ia rajin shalat, rajin puasa, dan banyak bersedekah." "Lalu bagaimana keadaanmu" tanya Rasulullah saw. "Aku marah kepadanya." Jawab perempuan itu. Rasul bertanya, "mengapa?"
Perempuan tua itu pun membuka rahasianya, "Wahai Rasul Allah, ia lebih mementingkan isterinya daripada aku. Ia melawan kepadaku."
Rasulullah saw bersabda, "bila seorang Ibu marah maka lidah anaknya tidak akan bisa mengucapkan syahadat." Rasul lalu berkata kepada Bilal, "Wahai Bilal, pergi dan siapkan kayu yang banyak."
Mendengar perintah Rasul itu, si perempuan tua ini kaget dan bertanya, "Apa yang akan kau lakukan wahai Rasul Allah?"
"Aku akan membakarnya dengan api dihadapanmu" kata Rasulullah saw.
Dengan memelas perempuan tua itu berkat, "Duhai Rasul hatiku tak kan rela melihat anakku terbakar di hadapanku."
"Wahai Ibu", kata Rasulullah saw, "siksa Allah lebih berat dan lebih kekal daripada ini. Bila kau ingin Allah mengampuni anakmu, relakanlah ia. Berikanlah keridlaanmu kepadanya. Demi Allah, shalat, puasa dan sedekah anakmu tidak akan bermanfaat baginya selama engkau marah kepadanya."
Perempuan tua itu kemudian berkata sambil bergetar, " Wahai Rasulallah, aku persaksikan kepada Allah, kepada malaikat-Nya dan kepada orang-orang yang hadir sekarang, bahwa aku telah meridhai anakku. Aku telah rela kepadanya."
Rasullah saw kemudian menyuruh Bilal melihat kondisi anak si perempuan tua ini apakah sudah bisa mengucapkan laa ilaaha illallaah atau belum? Rasul khawatir perempuan tua ini berkata terpaksa dan malu, bukan murni dari hatinya. Maka Bilal pun pergi, dan dari luar dia mendengar sahabat yang sakit itu meneriakan لا إله إلا الله . Tak lama kemudian sahabat ini meninggal dunia. Rasullah saw kemudian datang dan memerintahkan untuk segera memandilan dan mengkafani jenazah sahabat tersebut. Setelah selesai menshalati dan menguburkannya, Rasulullah berdiri dan berkata, "Wahai kaum muhajirin dan anshar, barang siapa yang lebih mementingkan isterinya daripada ibunya sendiri, anak baginyalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima amalnya kecuali Allah memaafkannya atau dia bertaubat kepada Allah swt, berbuata kepada Ibunya, dan meminta keridhaannya. Ridha Allah ada dalam ridhanya dan marah Allah ada dalam marahnya."
الله أكبر
Hadirin sekalian itulah kisah Alqamah seorang sahabat Nabi yang sangat taat kepada Allah dan rajin beribadah. Tetapi karena hati dan perasaan ibunya tersakiti oleh perbutannya, ia hampir mati dalam keadaan su'ul khatimah.
Lalu bagaimana dengan kita? Bagaimana sikap kita selama Ramadhan kemarin kepada ibu dan ayah kita? Sesering apa kita mengingat dan merindukan mereka kemudian menyertakannnya dalam setiap do'a kita? Kalau Alqamah saja yang hebat ibadahnya dan hidup pada zaman paling baik begitu sulitnya mengakhiri hidup karena pernah menyakiti ibunya, lalu bagaimana dengan kita yang ibadahnya sedikit dan hidup pada zaman penuh kerusakan? Sudah kah kita memprioritaskan kebutuhan Ibu kita lebih daripada isteri dan anak-anak kita? Atau kah selama Ramadhan kemarin, kita berbuka dengan makanan yang lezat dan menyegarkan. Sementara ibu kita, apa yang dia santap? Sesegar apa yang dia makan? Kemudian hari ini ketika isteri dan anak-anak kita begitu gembira karena mendapatkan pakaian yang serba baru dan mungkin mahal. Sebagus apakah pakaian yang dikenakan ibu kita? Selama ini, siapakah yang lebih kita ikuti kata-katanya, ibu kita kah? Atau isteri kita? Siapakah yang lebih kita pedulikan nasihat dan petunjuknya, ibu kita kah? Atau orang lain?
الله أكبر
Hadirin sekalian,
Kalau kita merasa telah berbuat banyak untuk ibu dan ayah kita. Merasa telah menanggung beban hidupnya, kemudian merasa telah membalas kebaikan dan kasih sayang mereka berdua, mari perhatikan kisah Ibn Umar ini.
Pada suatu hari Ibn Umar melihat seorang laki-laki menggendong ibunya sambil berthawaf mengelilingi Ka'bah. Ada yang menyebutkan laki-laki ini datang dari tempat yang jauh sambil menggendong ibunya yang tidak kuat berjalan. Kulit laki-laki ini sampai lecet karena lelah dan capek. Selesai thawaf laki-laki itu bertanya kepada Ibn Umar, "Wahai Ibn Umar, apakah menurutmu dengan semua yang kulakukan ini aku telah membalas kebaikan ibuku?" "tidak" jawab Ibn Umar. "sama sekali yang kau lakukan tidak sebanding meski dengan satu rasa sakit saat melahirkanmu." Engkau memang telah berbuat baik, semoga saja Allah membalas kebaikan kecil ini dengan pahala yang besar."
Hadirin sekalian, bagaiman dengan kita? Adakah kebaikan kepada orang tua kita seperti yang dilakukan laki-laki yang dilihat Ibn Umar itu. Kebaikan macam apakah yang membuat kita merasa telah cukup berbuat baik kepada keduanya?
Seperti kenikmatan dari Allah yang tak kan pernah sebanding dengan ketaatan kepada-Nya, kebaikan kita kepada kedua orang tua pun tak kan pernah bisa menandingi jasa mereka mengandung, mengasuh, dan mendidik kita. Itulah yang harus kita renungkan secara serius dalam mengawali Idul Fitri ini.
Dalam hadits sahih Bukhari dan Muslim perilaku menyakiti kedua orang tua merupakan dosa besar yang terbesar. Rasulullah saw bersabda,
« " ألا أنبئكم بأكبر الكبائر ؛ قلنا بلى يا رسول الله قال : الإشراك بالله وعقوق الوالدين وكان متكئا فجلس فقال - ألا وقول الزور ألا وشهادة الزور " فما زال يكررها حتى قلنا ليته سكت »
Dalam hadits ini Rasulullah saw menyertakan penyebutan dosa menyakiti kedua orang tua dengan dosa menyekutukan Allah swt. Inilah dosa besar yang terbesar yang Rasullah peringatkan kepada kita.
Dalam kenyataan sekarang, kita menyaksikan betapa perilaku syirik atau kemusyrikan sangat merajalela dalam hampir semua aspek kehidupan. Demikian pula dengan perilaku menyakiti orang tua, betapa sering kita mendengar dan melihat berita tentang itu, atau jangan-jangan kita juga adalah pelakunya.
Hadirin sekalian,
Sebagai bahan untuk menjaga kesucian yang diraih lewat puasa seperti yang Rasulullah sabdakan,
منْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Marilah kit pancangkan komitmen bahwa kemusyrikan dan menyakiti orang tua adalah penyakit terbesar yang harus dijauhkan dari keluarga kita. Dan kemudian dari kehidupan masyarakat kita.
Perilaku syirik seperti meminta kepada selain Allah dalam bedoa, menyembelih untuk persembahan kepada selain Allah, percaya pada kekuatan jimat, bekerja sama atau bahkan mengabdikan diri pada jin, meminta pertolongan kepada yang telah mati, beramal baik dengan tujuan ingin dilihat dan dipuji orang. Marilah kita hadang, kita hilangkan dari keluarga kita, dan kita lawan kemusyrikan semacam itu dengan tauhid. Keyakinan yang mantap tentang Allah. Kepercayaan kepada kekuasaan dan kekuatan Allah. Ketenangan hidup yang diraih melalui kepasrahan kepada Allah. Itulah Tauhid.
Demikian juga, mari kita jadikan hari ini hari kebaikan kepada kedua orang tua. Maka wahai saudaraku yang masih memiliki kedua orang tua atau salah satunya. Sepulang dari shalat Id ini, ibu dan ayah Andalah yang pertama kali harus Anda temui. Pintalah maaf dan keridhaan mereka. Bila jauh, merekah yang pertama kali Anda telepon. Mari kita jauhkan anak-anak kita dari dosa besar menyakiti orang tua dengan menunjukkan kebaikan kita kepada orang tua kita sendiri.
Mari kita renungkan dengan baik kata-kata Rasulullah saw tentang akibat menyakiti kedua orang tua. Rasulullah saw bersabda
- لا يدخل الجنة عاق و لا منان و لا مدمن خمر
- كل الذنوب يؤخر الله منها ما شاء إلى يوم القيامة إلا عقوق الوالدين فإنه يعجل لصاحبه
- لعن الله العاق لوالديه
- أربعة نفر حق على الله أن لا يدخلهم الجنة و لا يذيقهم نعيمها : مدمن خمر و آكل ربا و آكل مال اليتيم ظلما و العاق لوالديه إلا أن يتوبوا
Isi Khutbah 2
الله أكبر
Hadirin sekalian
Pesan utama dari khutbah yang sampaikan ini adalah pemahaman bahwa menyekutukan Allah dan menyakiti orang tua adalah dua dosa besar terbesar yang dapat merusak kesucian Idul Fitri. Ini pula lah sesungguhnya penyebab berbagai musibah dan bencana yang menimpa keluarga dan bangsa kita. Maka mari kita jauhkan diri dan keluarga kita sejauh-jauhnya dari dua dosa besar terbesar ini.
Selanjutnya marilah kita akhiri khutbah ini dengan do'a disertai keyakinan bahwa Allah pasti mendengar dan mengabulkan permintaan kita.
ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم
ربنا اغفرلنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا
ربنا أوزعنا أن نشكر نعمتك التي أنعمت علينا وعلى والدينا وأن نعمل صالحا ترضاه
ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا
اللهم إنا نسئلك إيمانا كاملا
اللهم اجعلنا خيرا بعد رمضان
اللهم أعز الإسلام
اللهم ادفع عنا البلاء
اللهم حبب إلينا الإيمان وزينه
اللهم انقلنا من ذل المعصية إلى عز الطاعة